Senin, 22 Agustus 2011

Bahan Organik

Pengertian

Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang.
Sumber Bahan Organik
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan pula bahan organik. Bahan organik tanah selain dapat berasal dari jaringan asli juga dapat berasal dari bagian batuan.

Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan memberikan perbedaan pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroba tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih cepat hancur daripada jaringan tumbuhan. Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C, H dan O.
Humus

Cara Pemakaian dan Menghitung Kebutuhan Kompos


Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.  
Tiap-tiap tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik. 
Tanaman bunga seperti antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen terdiri dari bahan organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal.  Beberapa tanaman lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga tanaman yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan  1 : 1 : 1.
Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah abu vulkanik (Andisol) seperti tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal),  tidak akan sama dengan kandungan C organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya.


Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama.  
Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium.  
Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb:
    Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2
C organik tanah = ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah di laboratorium
1.724: konstanta 20 cm: kedalaman lapisan olah tanah 10.000 m2: Luas areal

Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu tempat adalah 2.56 %, Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah:
Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah  =  2.56 x 1,724 x 20 x 10.000  =  8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha
Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan  bahan organik tanah secara umum, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:
Kandungan Organik
(% Berat Tanah)
Metoda Welkley - Black

Tingkat
Setara Dengan
Ton / ha
> 20
Sangat Tinggi
> 68.9
10 – 20
Tinggi
34.48 – 68.9
4 – 10
Sedang
13.79 – 34.48
2 -   4
Rendah
4.34 – 13.79
< 2
Sangat Rendah
< 4.34
Sumber: Metson (1961) dalam Brooker Tropical Soil Manual 1984
Dengan demikian rekomendasi pemberian pupuk organik dilakukan berdasarkan kekurangan kandungan C organik dalam tanah.  Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa bila berdasarkan  analisa  laboratorium tanah, kandungan C organik tanah adalah 2.56 % setara dengan 8.8 ton / ha,  maka berdasarkan keadaan tingkat kesuburan C organik tanah, kandungan organik tanah berada pada tingkat rendah.
Berapa persisnya kebutuhan pupuk Organik, adalah sangat tergantung kepada jenis tanah dan jenis tanaman.  Keadaan ini baru akan diketahui dengan lebih akurat apabila dilakukan pengujian lapangan. Tetapi dengan bantuan panduan tingkat kesuburan tanah pada tabel 5 di atas, dapat diketahui secara umum bahwa untuk mencapai tingkat kesuburan C organik tanah sedang, yaitu 13.79 s/d 34.48 ton / ha, maka diperlukan penambahan pupuk organik sebesar =  (13.79 s/d 34.48 ) – 8.8 ton = 4.99 s/d 25.4 ton /ha.

Prinsip-prinsip Pertanian Organik

Prakata
Kelompok tani dampingan lesman yang berada di 3 kabupaten selama ini mengembangkan budidaya pertanian dengan Prinsip-prinsip pertanian organik atau alami. Hal ini dilakukan oleh kelompok tani dampingan lesman untuk mengembangkan pinsip-prinsip dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip-prinsip dasar ini berisi tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global. Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar bagi manusia, karena semua orang perlu makan setiap hari. Nilai-nilai sejarah, budaya dan komunitas menyatu dalam pertanian. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam pertanian dengan pengertian luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan, mempersiapkan dan menyalurkan pangan dan produk lainnya. Prinsip-prinsip tersebut menyangkut bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan menentukan warisan untuk generasi mendatang.
Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan organik dengan segala keberagamannya. Prinsip-prinsip ini menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program dan standar-standar IFOAM. Selanjutnya, prinsip-prinsip ini diwujudkan dalam visi yang digunakan di seluruh dunia.
Pertanian organik didasarkan pada:
Prinsip kesehatan
Prinsip ekologi
Prinsip keadilan
Prinsip perlindungan
Setiap prinsip dinyatakan melalui suatu pernyataan disertai dengan penjelasannya. Prinsip-prinsip ini harus digunakan secara menyeluruh dan dibuat sebagai prinsip-prinsip etis yang mengilhami tindakan.
Prinsip Kesehatan

Jumat, 19 Agustus 2011

BIOPESTISIDA DARI TANAMAN BIOFARMAKA


Manfaatkan tanaman biofarmaka (tanaman obat) untuk mengendalikan OPT. dengan mengolah jadi biopestisida (pestisida nabati). Lebih menguntungkan, produk aman dikonsumsi, kelestarian lingkungan terjaga. Pengolahannya mudah, bahannya banyak tersedia di sekitar lingkungan.

Menambah manfaatnya yang selama ini digunakan untuk pemelihara kesehatan dan kebugaran, pengobatan alternatif, kosmetika perawatan kecantikan, makanan penguat dan makanan tambahan maupun bahan pembuatan parfum.


Penggunaan biofarmaka sebagai biopestisida untuk mengendalikan OPT sangat potensial. Sayang masih jarang digunakan petani. Padahal penggunaan biopestisida untuk mengendalikan OPT ini dalam beberapa hal lebih menguntungkan dibanding penggunaan pestisida. Keuntungannya, antara lain produk tanaman lebih aman dikonsumsi, kelestarian lingkungan dan sistem produksi pertanaman yang berkelanjutan lebih terjamin.

Apalagi Indonesia memiliki jenis biofarmaka tidak kurang dari 7.000 spesies, yang baru sekitar 300 (4,5%) yang telah diolah dan dimanfaatkan, di mana dari 300 spesies ini baru sekitar 50 jenis tanaman yang dibudidayakan, sedang selebihnya masih dipanen dari alam.

Jenis OPT dan Jenis Tanaman Biofarmaka
Jenis OPT yang dapat dikendalikan dengan biopestisida antara lain : (1) Hama secara umum; (2) Hama Trips pada cabai; (3) Hama belalang dan ulat; (4) Hama wereng coklat dan penggerek batang (5) Hama dan penyakit pada tanaman bawang merah; dan (6) Hama tikus. Sedang jenis tanaman biofarmaka antara lain tergantung dari jenis OPT-nya. Ada pun cara mengendalikannya sebagai berikut :

1. Hama Secara Umum
Siapkan daun mimba (Azadirachta indica) 8 kg, lengkuas 6 kg, serai 6 kg, diterjen/sabun colek 20 kg dan air 80 liter. Bagian tanaman ini ditumbuk halus kemudian dicampur diterjen/sabun colek. Setelah itu masukkan 20 liter air dan diaduk sampai rata. Adonan ini diamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan kain halus dan hasil saringannya diencerkan dengan 60 liter air. Larutan ini sudah dapat digunakan untuk mengendalikan hama seluas ± satu hektar lahan tanaman.

2. Hama Trips pada Cabai
Daun sirsak (Annona muricata) 50–100 lembar setelah ditumbuk halus kemudian dicampur dengan 15 gr detergen/sabun colek. Masukkan air 5 liter dan diaduk sampai rata. Setelah didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan kain halus.

Apabila larutan akan digunakan, setiap satu liter larutan diencerkan dengan 10-15 liter air kemudian disemprotkan ke seluruh bagian tanaman cabai yang terserang hama Trips.

3. Hama Belalang dan Ulat
Daun sirsak (Annona muricata) 50 lembar dan daun tembakau (Nicotiana tabacum) satu genggam ditumbuk halus. Setelah itu, tambahkan 20 gram diterjen/sabun colek dan 20 liter air kemudian diaduk sampai rata. Setelah adonan ini didiamkan/diendapkan selama 24 jam kemudian disaring dengan kain halus.

Jika larutan tersebut akan digunakan, encerkan dulu dengan 50-60 liter air lalu semprotkan pada tanaman yang terserang hama belalang dan ulat.
Sumber : www.sinartani.com

Budidaya Bayam

I. UMUM
1.1. Sejarah Singkat
Bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus spp. Kata "amaranth" dalam bahasa Yunani berarti "everlasting" (abadi). Tanaman bayam berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman bayam semula dikenal sebagai tumbuhan hias. Dalam perkembangan selanjutnya. Tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, terutama untuk negara-negara berkembang. Diduga tanaman bayam masuk ke Indonesia pada abad XIX ketika lalu lintas perdagangan orang luar negeri masuk ke wilayah Indonesia.

1.2. Sentra Penanaman
Pusat penanaman bayam di Indonesia adalah Jawa Barat (4.273 hektar), Jawa Tengah (3.479 hektar), dan Jawa Timur (3.022 hektar). Propinsi lainnya berada pada kisaran luas panen antara 13.0 - 2.376 hektar. Di Indonesia total luas panen bayam mencapai 31.981 hektar atau menempati urutan ke-11 dari 18 jenis sayuran komersial yang dibudidayakan dan dihasilkan oleh Indonesia. Produk bayam nasional sebesar 72.369 ton atau rata-rata 22,63 kuintal per hektar.

1.3. Jenis Tanaman
Keluarga Amaranthaceae memiliki sekitar 60 genera, terbagi dalam sekitar 800 spesies bayam (Grubben, 1976). Dalam kenyataan di lapangan, penggolongan jenis bayam dibedakan atas 2 macam, yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Bayam liar dikenal 2 jenis, yaitu bayam tanah (A. blitum L.) dan bayam berduri (A. spinosus L.). Ciri utama bayam liar adalah batangnya berwarna merah dan daunnya kaku (kasap).

Jenis bayam budidaya dibedakan 2 macam, yaitu:

1. Bayam cabut atau bayam sekul alias bayam putih (A. tricolor L.). Ciri - ciri bayam cabut adalah memiliki batang berwarna kemerah-merahan atau hijau keputih - putihan, dan memilki bunga yang keluar dari ketiak cabang. Bayam cabut yang batangnya merah disebut bayam merah, sedangkan yang batangnya putih disebut bayam putih.
2. Bayam tahun, bayam skop atau bayam kakap (A. hybridus L.). Ciri - ciri bayam ini adalah memiliki daun lebar - lebar, yang dibedakan atas 2 spesies yaitu:
1. A. hybridus caudatus L., memiliki daun agak panjang dengan ujung runcing, berwarna hijau kemerah - merahan atau merah tua, dan bunganya tersusun dalam rangkaian panjang terkumpul pada ujung batang.
2. A. hibridus paniculatus L., mempunyai dasar daun yang lebar sekali, berwarna hijau, rangkaian bunga panjang tersusun secara teratur dan besar - besar pada ketiak daun.

Varietas bayam unggul ada 7 macam yaitu; varietas Giri Hijau, Giti Merah, Maksi, Raja, Betawi, Skop, dan Hijau. Sedangkan beberapa varietas bayam cabut unggul adalah Cempaka 10 dan Cempaka 20.

1.4. Manfaat Tanaman

Budidaya Saledri

Family APIACEAE

Deskripsi

Terna tegak, tahunan, tinggi 25-100 cm. Batang bersegi dan beralur membujur. Bunga banyak, kecil-kecil, berwarna putih atau putih kehijauan. Dapat dibudidayakan di mana-mana dari dataran rendah sampai dataran tinggi, menyukai tempat yang lembab dan subur. Sering ditanam dalam pot.

Manfaat

Daun-daunnya digunakan sebagai penambah aroma/rasa pada masakan, juga sebagai sayuran atau sebagai salad. Selain itu, tanaman ini banyak mengandung vitamin A, C, dan zat besi., dan berkhasiat sebagai obat rematik.

Syarat Tumbuh

Seledri merupakan tanaman dataran tinggi yang dapat tumbuh baik pada kisaran suhu 7-16° C. Tanah yang baik untuk areal penanamannya adalah yang subur dan gembur dengan pH 5,5-6,8.

Pedoman Budidaya

PERSEMAIAN Seledri dikembangbiakkan dengan biji. Oleh karena itu, untuk mendapat pertumbuhan dan produksi yang baik, maka harus ditunjang dengan benih yang baik pula. Beberapa jenis seledri seperti parsley dan celery, bibitnya umumnya didatangkan dari luar negeri. Sebelum disemaikan, sebaiknya biji seledri direndam dalam air dengan suhu 50° C selama 15 menit untuk merangsang perkecambahan. Benih-benih ini kemudian ditaburkan pada alur-alur dalam kotak atau bedeng persemaian. Jarak antaralur 2 cm dan dalamnya 1 cm. Alur lalu ditutup setipis mungkin dengan tanah agar mudah berkecambah. PENGOLAHAN TANAH Pengolahan tanah dilakukan sebelum tanaman di persemaian dipindahkan ke lahan. Tanah dibajak atau dicangkul, diberi pupuk kandang sebanyak 15 ton/ha, digemburkan, serta dibuat bedengan-bedengan. Lebar bedengan lm dan panjangnya disesuaikan dengan keadaan lahan. Bedengan-bedengan itu kemudian disiram dengan air secukupnya, lalu didiamkan selama seminggu sehingga reaksi-reaksi di dalam tanah menjadi stabil. PENANAMAN Setelah berumur 2 minggu, bibit seledri sudah dapat dipindahkan ke bedengan yang telah disiapkan. Jarak tanam yang digunakan tergantung jenisnya, tetapi umumnya digunakan jarak tanam (40 x 40) cm.

Pemeliharaan

PEMUPUKAN Selain penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk dasar, tanah juga perlu diberi pupuk susulan berupa pupuk buatan, yaitu urea 435 kg/ha, TSP 400 kg/ha, dan KCl 300 kg/ha.

Hama dan Penyakit

Hama yang sering menyerang pertanaman seledri adalah sebagai berikut. NEMATODA Bagian tanaman yang diserang adalah akar sehingga tampak berbintil-bintil besar atau kecil. Keadaan ini akan mengganggu aktivitas akar dalam penyerapan air dan unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman. Serangan yang berat pada saat tanaman muda dapat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil. Hama ini dapat dikendalikan dengan insektisida Curacron dengan dosis 1,3 cc/liter air. KUTU DAUN (APHID) Hama ini menimbulkan kerusakan pada daun. Daun muda yang terserang menjadi kuning dan akhirnya mengering. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat. Hama ini dapat diberantas dengan insektisida Basudin 60 EC dengan dosis 2 cc/1 air. PENYAKIT Penyakit pada seledri berupa bercak-bercak klorosis dan nekrosis yang bisa meluas pada daun dan tangkai daun. Pada bagian yang mengalami nekrosis tampak bintik-bintik hitam. Sedangkan pada tangkai daun bercak cokelat tampak memanjang. Penyakit ini dinamakan late night yang disebabkan oleh cendawan Septoria sp. Penyakit lain yang juga sering menyerang adalah bakterial soft rot yang disebabkan oleh Erwinia carotovora. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan penyemprotan Dhitane dengan dosis 1,5 g/1 air. Namun, jika tanaman telah terserang, sebaiknya dicabut dan dimusnahkan.

Panen dan Pasca Panen

Seledri mulai dapat dipanen pada umur 6-8 minggu setelah tanam. Yang dipanen adalah daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Parsley dapat dipanen beberapa kali hingga mencapai umur maksimum 5 bulan, biasanya satu tanaman dapat dipanen 6-8.helai daun. Sedangkan celery dipanen dengan cara dipotong pangkal batangnya tepat di atas akar.

Bioteknologi Mikroba Utk Pertanian Organik

Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik. Namun, petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati.

Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.


Teknologi Kompos Bioaktif
Salah satu masalah yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Kedua jenis pupuk itu adalah limbah organik yang telah mengalami penghacuran sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Proses pengkomposan alami memakan waktu yang sangat lama, berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman.

Budidaya Tanaman Scr Vertikulture

Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat.

PENGERTIAN VERTIKULTUR

Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.

Banyak sedikitnya tanaman yang akan kita budidayakan bergantung pada model wadah yang kita gunakan.



Untuk tanaman yang memerlukan banyak sinar matahari, seperti cabai, tomat, terong, dan sawi hendaknya diletakkan di posisi bagian atas. Sedangkan tanaman ginseng, kangkung, dan seledri bisa di bagian tengah atau bawah.


Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Selain tanaman sayuran, kita bisa juga menanam tanaman hias.


BUDIDAYA TANAMAN SECARA VERTIKULTUR


Untuk memulai budidaya tanaman secara vertikultur sebenarnya tidak perlu direpotkan dengan peralatan dan bahan yang akan menghabiskan biaya yang besar, yang penting wadah yang dipakai dapat menyediakan ruang tumbuh yang baik bagi tanaman. Namun terkadang kita ingin hasilnya nanti tidak hanya berupa panen tapi juga keindahan tanaman yang ditanam secara vertikultur dan struktur bangunan/wadah tanam tahan lama. Untuk alasan-alasan itu maka cara berikut ini dapat dipakai.


Alat yang diperlukan adalah sebagai berikut :


- gergaji/parang
- palu
- paku
- tang
- gunting
- cangkul
- sekop
- gembor
- kayu


Bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut :

JENIS JENIS AGENS HAYATI



Agens Hayati atau Agens Pengendali Hayati adalah setiap organisme atau mahluk hidup, terutama serangga, cendawan, cacing, bakteri, virus dan binatang lainnya yang dapat dipergunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Pada dasarnya agens hayati dibagi menjadi 4 kelompok  yaitu :
1.    Predator
2.    Parasitoid
3.    Patogen serangga
4.    Antagonis patogen tumbuhan.

1.    Predator
Predator  ialah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Predator biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya. Mengingat banyaknya jenis predator secara umum dapat digolongkan menurut beberapa golongan :

a.    Binatang Menyusui
 Beberapa jenis binatang merupakan predator penting pada hama tanaman antara lain : Harimau sebagai pemangsa Babi Hutan; Kucing sebagai pemangsa Tikus.
b.    Burung (Aves)
Banyak jenis burung yang dapat dimanfaatkan sebagai predator hama penting, terutama pemangsa berbagai jenis Ulat daun dan tikus.
c.     Laba-laba
Laba- laba banyak yang hidup sebagai pemangsa terhadap bermacam-macam serangga termasuk hama penting seperti : Wereng Coklat, Wereng Hijau, Penggerek batang, Belalang, Walang sangit dll.
d.    Serangga ( Insecta)
Predator dari kelas serangga memiliki anggauta species yang sangat banyak jumlahnya. Serangga yang paling banyak sebagai predator ialah dari anggauta Kumbang ( Coleoptera ), Capung ( Odonata ), Lalat ( Diptera ) dan beberapa spesies yang lain.  Beberapa contoh serangga yang menjadi predator adalah : Kumbang Helem, Capung dan Belalang yang menjadi predator Kutu Aphis & Wereng Coklat dll.
2.    Parasitoid
Parasitoid ialah serangga yang hidupnya menumpang pada atau didalam tubuh inang (hama) dan menghisap cairan tubuh hama supaya dapat tumbuh secara normal, Akibatnya serangga hama tersebut akan mati.  Serangga parasitoid biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan  inangnya.  Contoh serangga parasitoid adalah sejenis tabuan Apanteles, Stenobracon yang memarasit larva Penggerek batang, Trichogramma sp. sebagai parasitoid telur penggerek batang dll.
3.    Patogen Serangga

Green House











Alternatif Budidaya Tanaman Secara Modern

Green house atau yang dikenal dengan rumah kaca saat ini bukanlah barang baru bagi pelaku agribisnis, terutama agribisnis hortikultura seperti sayuran dan tanaman hias. Meskipun demikian, hal itu tidak menjamin bahwa semua petani Indonesia mengerti dan mengetahui tentang green house ini. Jangankan tahu manfaatnya, bahkan mungkin melihatnya saja belum pernah. Berdasarkan pertimbangan tersebut,dalam bahasan ini akan diulas gambaran umum mengenai apa sebenarnya dan manfaat dari green house sebagai penunjang agribisnis kita.

Rumah kaca atau green house pada prinsipnya adalah sebuah bangunan yang terdiri atau terbuat dari bahan kaca atau plastik yang sangat tebal dan menutup diseluruh pemukaan bangunan, baik atap maupun dindingnya. Didalamnya dilengkapi juga dengan peralatan pengatur temperature dan kelembaban udara serta distribusi air maupun pupuk. Bangunan ini tergolong bangunan yang sangat langka dan mahal, karena tidak semua tempat yang kita jumpai dapat ditemukan bangunan semacam ini. Green house biasanya hanya dimiliki oleh Perguruan Tinggi atau lembaga pendidikan, Balai Penelitian dan perusahaan yang bergerak dibidang bisnis perbenihan, bunga dan fresh market hortikultura. Namun di negara-negara pertanian yang sudah maju seperti USA, Australia, Jepang dan negara-negara Eropa sebagian besar tanaman hortikulturanya ditanam di rumah kaca. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan greenhouse di mancanegara sudah umum dilakukan. Bahkan mungkin sudah berpuluh tahun sebelum negara kita mengadopsi tekhnologi tersebut.

Rumah kaca/green house yang digunakan di Indonesia sebagian besar digunakan untuk penelitian percobaan budidaya, percobaan pemupukan, percobaan ketahanan tanaman terhadap hama maupun penyakit, percobaan kultur jaringan, percobaan persilangan atau pemuliaan, percobaan hidroponik dan percobaan penanaman tanaman diluar musim oleh para mahasiswa , para peneliti, para pengusaha dan praktisi disemua bidang pertanian.

Green House sebagai Sarana Penunjang Agribisnis Hortikultura sangat Mendukung Upaya Peningkatan Produksi dan Kontinyuitas Produk

Sebenarnya ide awal untuk pembuatan bangunan green house di Indonesia dilatarbelakangi oleh kegiatan penelitian yang dilakukan lembaga penelitian maupun dunia pendidikan. Kegiatan penelitian yang dimaksud disini adalah kegiatan mencari jawaban atau mencari solusi / jalan keluar atau pemecahan terhadap suatu kasus. Sebagai contoh, bila kita ingin mencari uji ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit tertentu. Adanya green house yang mampu menciptakan iklim yang bisa membuat tanaman mampu berproduksi tanpa kenal musim ini ternyata juga mampu menghindarkan dari serangan hama dan penyakit yang tidak diujikan. Selain itu dengan adanya green house penyebaran hama dan penyakit yang diujicoba dapat dicegah . Hal ini berbeda dengan percobaan yang dilakukan di luar green house dimana dalam waktu yang sangat singkat hama dan penyakit dapat cepat menyebar luas karena terbawa angin maupun serangga.

Sejalan dengan bertambahnya waktu dan tingginya serapan tekhnologi pertanian, peranan green house bagi dunia pertanian kita semakin lama semakin dibutuhkan. Dengan semakin maraknya pembangunan perumahan maupun kawasan industri akhir-akhir ini membuat lahan pertanian makin berkurang. Padahal kebutuhan akan pangan di dalam negeri semakin lama semakin besar dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan pemikiran itulah penggunaan green house untuk kegiatan bisnis pertanian semakin diperlukan. Pemikiran pengembangan green house untuk agribisnis hortikultura yang didasari pada keinginan pemenuhan kebutuhan produk pertanian yang kontinyu tanpa kenal musim.

Biasanya bila suatu produk hortikultura terjadi panen raya maka harga dipasaran akan jatuh, sehingga para petani menderita kerugian, apalagi harga benih, pupuk, pestisida maupun tenaga kerja mulai naik. Pada saat paceklik dimana produk hortikultura langka atau tidak ada dipasaran sedangkan permintaan banyak maka akan mengakibatkan kenaikan harga 2 sampai 3 kali lipat. Maka dengan adanya green house ini kita dapat menanam suatu jenis / crop tanaman horticultura diluar musim yang ada, sehingga harga jual produk tersebut dapat dijaga sehingga keuntungan yang kita dapatkan menjadi optimal.

Kelebihan

Selasa, 16 Agustus 2011

Budidaya Tanaman Buah sawo

Deskripsi:
  • Famili Sapotaceae.  Tanaman perennial, batang berkayu keras, dengan sistem percabangan cukup rapat dapat mencapai ketinggian 20 m.  Daun sawo berbentuk bulat memanjang, tumbuh menggerombol pada bagian ujung ranting.  Warna daun hijau mengkilap di bagian atas dan hijau muda tua kecoklatan di bagian bawah tergantung jenisnya.  Bentuk buah mulai bulat, bulat telur sampai bulat memanjang.  Warna kulit buah matang coklat, coklat kekuningan, coklat kemerahan, atau hijau.
Jenis:
  • Sawo Manila (Manilkara zapota)
    Berbentuk lonjong, daging buah cukup tebal dan banyak mengandung air.  Sawo yang termasuk kelompok sawo manila :
    • Sawo Kulon
      Buah lonjong, biji banyak, bergetah dan relatif tahan lama disimpan.
    • Sawo Betawi
      Buah lonjong besar, tidak bergetah maupun berbiji dan rasanya manis namun kurang tahan lama disimpan karena daging buah yang lembek
    • Sawo Karat
      Buah agak lonjong besar, kulit tebal dan kasar, berbintil-bintil kecil.  Dipanen dalam stadium masih mentah, bila masak di pohon akan berkerut-kerut.
    • Sawo Malaysia
      Buah lonjong besar dan rasanya manis.
  • Sawo Apel
    Berbentuk bulat atau bulat telur (mirip apel), berukuran kecil hingga agak besar dan bergetah banyak.  Sawo yang termasuk kelompok sawo apel :
    • Sawo Apel Kelapa
      Buah bulat kecil, kulit tebal, bergetah, berbiji banyak dan tahan disimpan.
    • Sawo Apel Lilin
      Buah agak besar, bulat, daging buah agak keras seperti mengandung pasir.
  • Sawo Duren (White Sapota (Ingg.), Casimiroa edulis La Llave (Latin))
    Sawo duren memiliki aroma seperti durian.  Buah bulat berukuran agak besar hingga besar, kulit buah halus dan licin, dan warna daun mirip tanaman durian.
    • Sawo Duren Hijau
    • Sawo Duren Merah
Syarat Tumbuh:
  • Dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 700 m dpl.  Curah hujan 2000 mm- 3000m/tahun, suhu 22 o – 32 o C, toleran terhadap naungan.  Tanah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dengan pH 6-7.
Pembibitan:
  • Biji
    Pembibitan asal biji memerlukan waktu yang lama hingga siap tanam.  Selain itu tanaman yang berasal dari biji mulai berbunga pada umur sekitar 6-10 tahun.
  • Penyambungan
    Praktek penyambungan tanaman sawo masih jarang dilakukan, namun dilaporkan penyambungan sawo dengan batang bawah melali/bassi menunjukkan kecocokan namun kurang berhasil dalam produksi buah.  Mulai berbunga pada umur 4-6 tahun.
  • Pencangkokan
    Pencangkokan banyak dilakukan oleh para penangkar bibit tanaman buah-buahan.  Bibit asal cangkokan dapat mulai berbuah pada umur kurang dari setahun.
Hama dan Penyakit:
  • Lalat buah (Dacus dorsalis) dapat menyebabkan kerusakan pada buah
  • Kutu bubuk dan Aphid nerusak daun, pucuk, bunga dan buah muda.
  • Penyakit jambu (Corticium salmonicolor) mematikan cabang yang terserang
  • Penyakit bercak daun (Phaeopheospora indica)

Budidaya Pohon jeruk



Cara Menanam pohon jeruk purut nipis, jeruk sankis, jeruk limo, dan lain sebagainya, bagi yang tidak tahu teknik ini mungkin membingungkan, karena sebagian mereka yang sudah menanam pohon jeruk kebanyakan setelah pohon di tanam beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian pohon jadi mati, kasus ini dijumpai akibat pohon jeruk tidak dirawat dan akhirnya terkena Virus. Virus di sini bukan virus AIDS HIV atau flu babi dan bukan juga Virus computer seperti conflicker, kangen, atau brontoks, atau virus HP nokia seperti Guardian. Tapi ini adalah virus yang menyerang pohon jeruk yang bisa mengakibatkan pohon menjadi kering dan akhirnya mati.

Berikut adalah langkah cara menanam pohon jeruk.
  1. Siapkan Pohon jeruk bisa anda beli di tukang bibit
  2. Siapkan lahan untuk ditanami jeruk, misalnya kebun, halaman depan atau belakang rumah.
  3. Atur dan ukur jarak pohon dengan luas tanah, dan jarak antar pohon 3-4 meter
  4. Gali tanah ukuran lebar 1x1 meter dengan kedalaman 1 meter.
  5. Masukan jerami atau daun-daunan kering kemudian bakar sampai menjadi abu. Berfungsi untuk membuang unsur hara dari tanah. Lebih bagus lubang di biarkan terbuka terkena matahari selama 1-2 minggu.
  6. Masukan pasir kira-kira 10-20 cm. berfungsi untuk mempercepat akar berkembang.
  7. Masukan tanah yang sudah di campur dengan dedak atau bekas penggilingan padi dan pupuk kandang. Misalnya kotoran ayam atau kotoran kambing. Bisa juga ditambah dengan menggunakan pupuk NPK
  8. Jika ada, setiap per-20 cm tumpukan tanah dikasih jerami. Ini berfungsi untuk mempercepat akar berkembang.
  9. Tumpukan tanah harus lebih tinggi dari permukaan tanah kira-kira 20-40 cm.
  10. Buka plastic/polybag hati-hati jangan sampai akar patah.
  11. Sebelum dimasukan ke dalam galian, cari akar tunggal jeruk tersebut, kemudian potong sedikit menggunakan gunting atau pemotong pohon. Ini berfungsi agar akar jeruk berkembang ke samping.
  12. Masukan bibit jeruk di atas galian. Dan tutup dengan tanah.
  13. Buat parit/saluran air di sekitar pohon kira-kira 1 meter dari batang pohon.
  14. Kemudian siram, dan berdoalah supaya tumbuh bagus.
Perawatan:
Untuk merawat pohon jeruk adalah yang paling mudah namun paling ribet dilakukan karena butuh ketelitian dan keuletan.
  1. Penyiraman Lakukan penyiraman setiap pagi dan sore jika masih dalam taham pertumbuhan, jika sudah tumbuh bisa dilakukan 1-3 hari sekali.
    Saat menyiram pohon, air JANGAN terkena batang pohon, siramlah tanah di sekitar batang saja.
  2. PemupukanLakukan pemukukan saat pohon berumur di atas 5 bulan dan setelah itu lakukan setiap 3-4 bulan sekali, dengan menggunakan pupuk Urea, KCL, dan TSP. lebih bagus jika menggunakan pupuk organic.
  3. Saat buah pertama.Saat pohon jeruk pertama kali berbuah, kira-kira sebesar ibu jari lakukan pembuangan dengan perbandingan 1:3 maksudnya jika buah jeruk dalam satu batang terdapat 10 biji maka yang dibuang adalah 7 dan dibiarkan besar adalah 3 buah. Ini berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan berikutnya. Saat membuang buah jangan menggunakan tangan atau dipetik tapi gunakan alat pemotong ranting. Potonglah pada rantingnya.
  4. Perawatan batang pohon,Ini yang paling penting dari merawat jeruk. Jaga dan bersihkan batang pohon paling bawah jangan sampai terkena air atau semut. Dengan cara melapnya dengan kain berbahan kaos yang basah, gosok sampai batang pohon benar-bener bersih, tapi jangan sampai warna kulit dalam pohon yang berwarna hijau tergores.
    Hindari pohon dari serbuan semut atau serangga lainnya. Ini berfungsi untuk menghindari gangguan dari virus yang bisa membuat pohon jeruk jadi kering dan mati.
  5. Memotong rantingSaat memotong ranting jangan sekali-kali menggunakan tangan atau alat yang bisa membuat jeruk terluka. Gunakan pemotong batang pohon agar batang pohon tidak infeksi. Lakukan pemotong dengan cara memotong tegak lurus vertical dan berbentuk lancip, intinya jangan sampai saat hujan air hujan mengendap pada dahan bekas potongan yang bisa mengakibatkan batang jeruk infeksi.

Budidaya Buah Naga




Pembudidayaan buah naga untuk usaha produksi dilakukan dikebun. Untuk menghasilkan produksi yang maksimal tentu saja harus dengan persiapan yang matang, perawatan yang baik dan penanggulangan gangguan penyakit yang tepat. Berikut ini kegiatan pembudidayaan diulas secara lengkap :

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah faktor penting yang harus diperhatikan agar tanaman buah naga bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Perakaran buah naga memerlukan tanah yang gembur karena perakarannya merayap dipermukaan tanah, apabila tanah terlalu keras atau liat, akar tidak bisa tumbuh baik pada tanah.

Sebelum digemburkan sebaiknya tanah dibersihkan dari gulma dan rerumputan untuk menghindari penyakit. Setelah itu tanah digemburkan dengan mencangkul sedalam satu cangkulan dengan dibolak-balik. Setelah itu dibuat lubang-lubang tanam sesuai dengan cara tanamnya apakah menggunakan system panjatan tunggal atau sistem kelompok

Pada sistem panjatan tunggal pengolahan tanah hanya dilakukan disekitar lubang tanam saja, berbeda dengan sistem kelompok pengolahan tanah dilakukan pada seluruh alur barisan tempat penanaman.

Media tanam untuk panjatan tunggal menggunakan campuran tanah galian diberi pasir sekitar 5 kg, bubuk bata merah 5 kg, pupuk kandang kering 10 kg dan dolomit 300 g kemudian dicampur sampai merata.

Pada model sistem tanam berkelompok untuk setiap alur sepanjang 4 m media tanamnya yaitu pasir 8 kg, pupuk kandang 20 kg dan bisa ditambahkan bubuk bata merah sebanyak 10 kg apabila tanah terlalu porous. Jika tidak menggunakan bubuk bata merah , jumlah pupuk kandang ditambahkan 10 kg lagi jadi total 30 kg. Ditambah dolomit yang mengandung magnesium sebanyak 600g. Bahan-bahan tersebut dicampur merata pada tanah galian.

Setelah penyiapan media tanam selesai kemudian disiram dan biarkan terkena matahari sampai kering. Pengeringan ini bertujuan agar tanah terbebas dari racun dan penguapan lain.

Sistem Pengairan
Untuk sistem pengairan pada lahan disesuaikan dengan kondisi lahan, system cara tanamnya, dan pengadaan sumber air yang ada disekitar lahan. Bisa menggunakan cara pengairan tradisional yaitu system leb yaitu menggunakan parit sedalam 20 cm yang dibuat disekitar barisan tanaman. Atau juga bisa menggunakan system pengairan pipa yang dibuat sedemikian rupa untuk mengalirkan air pada seluruh tanaman.

Penanaman Pada Lahan
Penanaman bibit lahan tanam yang harus diperhatikan adalah kedalaman yang terlalu dalam malah akan menghambat pertumbuhannya. Kedalaman penanaman adalah 20% dari panjang bibit. Misal bibit yang mau ditanam berukuran panjang 50-80 cm maka kedalamannya sekitar 10-15 cm. Sebelum ditanam sebaiknya bibit setek diolesi Ridomil sebanyak 40 g yang dicampur dengan 1 liter air untuk mencegah kebusukan pada pangkal batang setek.

Budidaya Cacing tanah utk pakan belut

cacing tanah termasuk pakan alami bagi belut yang mudah dan cepat dibudidayakan. Di alam, hewan yang memiliki nama latin Lumbricus rubellus ini hidup di tanah berhumus. biasanya di tempat pembuangan sampah yang lembap. Hewan ini Hidup di dalam tanah atau di bawah tumpukan sampah.

sebenarnya cacing tanah bisa dikembangkan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan tempat berupa kotak kayu atau terpal berukuran 0,5 x 0,5 meter yang di bagian pinggirnya diberi penyangga bambu.
2. Siapkan media pemeliharaan cacing tanah, yakni kotoran sapi secukupnya, sisa sayuran yang telah membusuk, tanah, dan serbuk gergaji. Hindari memasukkan bahan-bahan seperti kulit jeruk atau bawang merah ke dalam media pembesaran cacing. Kotoran sapi yang baik untuk digunakan pada budi daya cacing tanah adalah kotoran yang masih berada dalam perutsapi. Kotoran ini bisa didapatkan di tempat pemotongan hewan.
3. Campur semua bahan menjadi satu, lalu masukkan ke dalam wadah pemeliharaan cacing.
4. Masukkan bibit cacing, banyaknya sekitar 1 ons (100 gram). Dalam waktu sekitar 1-2 minggu cacing sudah berkembang biak dalam jumlah banyak. Agar tidak menumpuk, cacing yang akan diberikan sebagai pakan sebaiknya dipisahkan.

sumber : Drs. Ruslan Roy, MM dan Bagus Harianto, Agromedia Pustaka, 2009

Perbedaan Nila Lokal dgn Nila GIFT



Jenis - jenis Nila

Ada banyak jenis nila. Sebagian besar banyak ditemukan di perairan timur Afrika dan sebagian lain tersebar di berbagai negara. Dari berbagai jenis nila yang ada, tiga jenis di antaranya merupakan nila yang produktif dan banyak dibudidayakan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketiga jenis nila tersebut adalah nila lokal, nila gift, dan nila merah. Jenis lain yang tergolong nila varietas baru adalah nilaTA. Berikut ini pemaparan lengkap berbagai jenis nila.

I. Nila Biasa (Lokal)
Nila biasa merupakan jenis nila yang pertama Kali didatangkan dari Taiwan ke Indonesia. Setelah melalui serangkaian uji coba nila ini disebarluaskan ke masyarakat dan dalam waktu singkat sudah menyebar ke seluruh pelosok tanah air.
Begitu akrabnya masyarakat kita dengan nila jenis ini, tidak mengherankan jika ada yang menyebutnya dengan nama nila lokal. jenis nila inilah yang pertama kali disebut sebagai "nila" dan namanya ditetapkan oleh Direktur jenderal Perikanan pada tahun 1972 julukan sebagai nila biasa atau lokal ditujukan untuk membedakannya dengan jenis nila merah dan nila gift yang merupakan pendatang baru.

Nila lokal memiliki warna tubuh abu-abu atau hitam, terutama di tubuh bagian atas.Tubuh bagian bawah (perut dan dada) berwarna agak putih kehitaman atau kekuningan. AwaInya, nila lokal memiliki laju pertumbuhan yang cukup baik, tetapi akhir-akhir ini kualitasnya menurun akibat keterbatasan pengetahuan masyarakat dalam mengendalikan potensi genetisnya Akibatnya, kualitas genetis keturunannya pun ikut menurun. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan laju pertumbuhan dan ukuran tubuh. Malah tidak jarang terjadi perkawinan silang antara nila dan mujair sehingga keturunan berikutnya memiliki kualitas genetis yang tidak menguntungkan.


2. Nila Gift
Nila gift (genetic improvement of farmed tilopias) merupakan hasil persilangan dan seleksi jenis-jenis nila dari Taiwan, Mesir, Thailand, Ghana, Singapura, Israel, Senegal, dan Kenya. jenis ini dikembangkan pertama kali oleh International Center for Living Aquatic Research Management (ICLARM) di Filipina pada tahun 1987. Program tersebut dibiayai oleh Asian Development Bank (ADB) dan United Nations Development Programme (UNDP).

Nila gift didatangkan ke Indonesia pada tahun 1994 melalui Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) yang merupakan salah satu anggota. International Network for Genetic in Aquaculture (INCA). Nila gift yang pertama kali didatangkan ke Indonesia tersebut merupakan generasi keempat. Setelah itu, didatangkan lagi nila gift berikutnya yang berasal dari generasi keenam pada tahun 1997.
Sepintas, sosok nila Gift dan nila lokal agak sulit dibedakan, terutama ketika masih dalam stadium benih. Perbedaannya hanya bisa diketahui dari bentuk proporsi dan warna tubuh. Tubuh nila gift lebih pendek

dengan perbandingan panjang dan tinggi 2 : I, sedangkan perbandingan panjang dan tinggi tubuh nila lokal 2,5 : 1. Dari segi tinggi dan lebar tubuh, nila gift tampak lebih tebal dengan perbandingan 4 : 1 dan nila local tampak lebih tipis dengan perbandingan 3: 1. Sementara itu, ukuran kepala nila gift relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran kepala nila lokal. Namun ukuran mata nila gift cukup besar jika dibandingkan dengan
ukuran mata nila lokal. Ciri lain yang membedakan antara nila gift dan nila lokal adalah warna tubuh. Warna tubuh nila gift hitam keputihan dan bagian bawah tutup insangnya berwarna putih, sedangkan nila lokal
berwarna putih. Sementara kehitaman dan ada yang berwarna kuning.
jika dibandingkan dengan nila lokal, nila gift memiliki beberapa
Berat komparatif sebagai berikut.

- Jumlah telurnya lebih banyak 20-30%
- Berat benihnya mencapai 17,5 gram dan pertumbuhannya lebih cepat 300-400%.
- Pertumbuhan saat pembesaran lebih cepat 100-200% dengan konversi pakan rendah, yaitu berkisar 0,8-1,2.
- tahan terhadap lingkungan yang kurang baik dan memiliki toleransi hidup di perairan dengan salinitas 0-15%0, sehingga bisa dipelihara di perairan payau.
Sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Budidaya Nanas






NANAS
Ananas comosus L. Merr

A. KLASIFIKASI

Sinonim : Bromelia comosa L, Ananas sativus (Lindley) Schulters f,
Ananassa sativa Lindl, Bromeliad
Sifat Terestrial (tumbuh di tanah dengan menggunakan akar)
Kingdom : Plantae (tumbuhan-tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Bromeliales
Familia : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus Merr
maui-gold-pineapple-on-plate1

Nanas (biasa juga disebut bromeliad) memiliki lebih dari 2.400 kerabat yang sebagian besar berpenampilan cantik. Kerabat dekat spesies nanas cukup banyak, terutama nanas liar yang biasa dijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl) Schultes, A. Fritzmuelleri, A. erectifolius L.B. Smith, dan A. ananassoides (Bak) L.B. Smith. Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis golongan nenas, yaitu :
Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida).
Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Dewasa ini ragam varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang.

B. MORFOLOGI

Ananas comosus (L.) Merr. adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan (habitus) tumbuhannya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal. Burung penghisap madu (hummingbird) merupakan penyerbuk alamiah dari buah ini, meskipun berbagai serangga juga memiliki peran yang sama.
Buah nanas sebagaimana yang dijual orang bukanlah buah sejati, melainkan gabungan buah-buah sejati (bekasnya terlihat dari setiap ’sisik’ pada kulit buahnya) yang dalam perkembangannya tergabung — bersama-sama dengan tongkol (spadix) bunga majemuk — menjadi satu ‘buah’ besar. Nanas yang dibudidayakan orang sudah kehilangan kemampuan memperbanyak secara seksual, namun ia mengembangkan tanaman muda (bagian ‘mahkota’ buah) yang merupakan sarana perbanyakan secara vegetatif.
Nenas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Herba tahunan atau dua tahunan, tinggi 50-150 cm, terdapat tunas merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam roset akar dan pada bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Helaian daun bentuk pedang, tebal, liat, panjang 80-120 cm, lebar 2-6 cm, ujung lancip menyerupai duri, tepi berduri tempel yang membengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Bunga majemuk tersusun dalam bulir yang sangat rapat, letaknya terminal dan bertangkai panjang. Buahnya buah buni majemuk, bulat panjang, berdaging, berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning. Buah nenas rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil, seringkali tidak jadi. Tanaman buah nanas dapat diperbanyak dengan mahkota, tunas batang, stek atau tunas ketiak daunnya.

Budidaya Lebah Madu




1.SEJARAH SINGKAT

Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon dan tempat-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah juga menghasilkan produk yang yang sangat dibutuhkan untuk dunia kesehatan yaitu royal jelly, pollen, malam (lilin) dan sebagainya. Selanjutnya manusia mulai membudidayakan dengan memakai gelodog kayu dan pada saat ini dengan sistem stup.

Di Indonesia lebah ini mempunyai nama bermacam-macam, di Jawa disebut tawon gung, gambreng, di Sumatera barat disebut labah gadang, gantuang, kabau, jawi dan sebagainya. Di Tapanuli disebut harinuan, di Kalimantan disebut wani dan di tataran Sunda orang menyebutnya tawon Odeng.
2.SENTRA PETERNAKAN

Di Indonesia sentra perlebahan masih ada di sekitar Jawa meliputi daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dengan jumlah produksi sekitar 2000–2500 Ton untuk lebah budidaya. Kalimantan dan Sumbawa merupakan sentra untuk madu dari perburuan lebah di hutan. Sedang untuk sentra perlebahan dunia ada di CIS (Negara Pecahan Soviet), Jerman, Australia, Jepang dan Italia.
3.J E N I S

Lebah termasuk hewan yang masuk dalam kelas insekta famili Apini dan genus Apis. Spesiesnya bermacam-macam, yang banyak terdapat di Indonesia adalah A. cerana, A. Dorsata A. Florea. Jenis unggul yang sering dibudidayakan adalah jenis A. mellifera.

Menurut asal-usulnya lebah dibagi 4 jenis berdasar penyebarannya:
1)
Apis cerana, diduga berasal dari daratan Asia menyebar sampai Afghanistan, Cina maupun Jepang.
2)
Apis mellifera, banyak dijumpai di daratan Eropa, misalnya Prancis, Yunani dan Italia serta di daerah sekitar Mediterania.
3)
Apis Dorsata, memiliki ukuran tubuh paling besar dengan daerah penyebaran sub tropis dan tropis Asia seperti Indonesia, Philipina dan sekitarnya. Penyebarannya di Indonesia merata mulai dari Sumatera sampai Irian.
4)
Apis Florea merupakan spesies terkecil tersebar mulai dari Timur Tengah, India sampai Indonesia. Di Indonesia orang menyebutnya dengan tawon klanceng.

Budidaya Singkong

1. SEJARAH SINGKAT

Ketela pohon merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.
2. JENIS TANAMAN

Klasifikasi tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculentaCrantz sin.

Varietas-varietas ketela pohon unggul yang biasa ditanam, antara lain: Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1, Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan Andira 4
3. MANFAAT TANAMAN

Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan.
4. SENTRA PENANAMAN

Di dunia ketela pohon merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Negaranegara sentra ketela pohon adalah Thailand dan Suriname. Sedangkan sentra utama ketela pohon di Indonesia di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
5. SYARAT PETUMBUHAN

5.1. Iklim
a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500 mm/tahun.
b) Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat C. Bila suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
c) Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
d) Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.
5.2. Media Tanam
a) Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik unsur makro maupun mikronya.
b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
c) Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon.
5.3.
Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara 10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela pohon tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.
6. PEDOMAN BUDIDAYA

Budidaya Udang Windu



1.SEJARAH SINGKAT

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli.

Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
2.SENTRA PERIKANAN

Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
3.JENIS

Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas: Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub Kelas: Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Super Ordo: Eucarida
Ordo: Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub Ordo: Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili: Palaemonidae, Penaeidae
4.MANFAAT

1.
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
2.Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
3.Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
4.Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5.Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6.Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
5.PERSYARATAN LOKASI

1.
Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.
2.Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
3.Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
4.Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
5.Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0- 35 permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk)
6.Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) <>
6.PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1.Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat konstruksi tambak:
1)
Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai.
2)Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.
3)Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.
4)Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.
5)Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.
6)Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
7)Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air. Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.
  1. Tambak Ekstensif atau Tradisional
    a)
    Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.
    b)Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
    c)Luasnya antara 3-10 ha per petak.
    d)Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
    e)Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
    f)Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.
    g)Pada tambak ini tidak ada pemupukan.
  2. Tambak Semi Intensif
    a)
    Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.
    b)Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
    c)Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen.
    d)Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
    e)Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.
    f)Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.
  3. Tambak Intensif
    a)
    Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah.
    b)Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah.
    c)Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
    d)Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.
    e)Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut petak.
    f)Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
    g)Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa.
Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:
  1. Petakan Tambak
    a)
    Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90.
    b)Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.
    c)Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran.
  2. Pematang/Tanggul
    a)
    Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.
    b)Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.
    c)Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu dengan yang lain dalam satu unit.
    d)Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.
  3. Saluran dan Pintu Air
    a)
    Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung.
    b)Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan/pintu air petakan).
    c)Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang termasuk dalam satu unit.
    d)Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.
    e)Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)
    f)Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.
    g)Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.
  4. Pelindung:
    a)
    Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung.
    b)Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin.
  5. Pemasangan kincir:
    a)
    Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.
    b)Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.
6.2.Pembibitan
  1. Menyiapkan Benih (Benur)
    Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam.
    Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya, yaitu :
    a)
    Benih yang masih halus, yang disebut post larva.
    Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.
    b)Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil.
    Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selangseling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.

    Cara Penangkapan Benur:

    a)
    Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.
    -Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan lainnya.
    -Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.
    -Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.
    -Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar belabar.
    b)Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon.

    Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional.

    Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan adalah:
    a)
    Umur dan ukuran benur harus seragam.
    b)Bila dikejutkan benur sehat akan melentik.
    c)Benur berwarna tidak pucat.
    d)Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat.
  2. Perlakuan dan Perawatan Benih
    a)
    Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah Pemeliharaan larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.
    -Kolam Diatomae
    Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema dan Tetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter.
    Spesies diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton.
    -Kolam Induk
    Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan.
    -Kolam Larva
    Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6).
    Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m2, yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak.
    b)Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan
    -Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar garam 5-25 permil.
    -Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.
    -Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan. Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan
    air dari petak pendederan.
    -Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang dihaluskan.
    -Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.
    -Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.
    -Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m2 atau untuk 100.000 ekor benur dan diberikan 3-4 kali sehari.
    c)Cara Pengipukan di dalam Hapa
    -Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
    -Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu petak tambak.
    -Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
    -Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m2.
    -Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.
    -Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
    -Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.
    -Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
    d)Cara pengangkutan:
    Pengangkutan menggunakan kantong plastik:
    -Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor.
    -Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung dan diikat dengan tali.
    -Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya.
    -Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
    Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:
    -Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter.
    -Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih.
    -Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.
    -Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.
    -Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.
    e)Waktu Penebaran Benur
    Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.
6.3.Pemeliharaan Pembesaran
  1. Pemupukan
    Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
    Cara pemupukan:
    a)
    Untuk pertumbuhan kelekap
    -
    Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
    -Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
    -Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap sampai kering.
    -Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
    -Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.
    -Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.
    -Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha.
    b)Untuk pertumbuhan lumut
    -
    Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.
    -Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.
    -Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.
    -Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.
    -Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain.
    c)Untuk pertumbuhan Diatomae
    -
    Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.
    -Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut lebih lama dalam air.
    -Contoh pupuk:
    * Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.
    * Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.
    * Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25
    * Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
    * Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17
    * Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26
    * Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39
    -Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10 hari sekali.
    -
    Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm, membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.
    -Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.
    -Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.
  2. Pemberian Pakan
    Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:
    a)
    Makanan alami:
    -
    Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.
    -Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
    -Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.
    -Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanngudangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).
    -Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.
    -Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
    b)Makanan Tambahan
    Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:
    -
    Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.
    -Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udangudangan.
    -Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm2, kemudian ditusuk sate.
    -Sisa-sisa pemotongan katak.
    -
    Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.
    -Makanan anak ayam.
    -Daging kerang dan remis.
    -Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.
    c)Makanan Buatan (Pelet):
    -
    Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.
    -
    Dedak halus 40 %.
    -Tepung bungkil kelapa 20 %.
    -Tepung kanji 19 %.
    -Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.
    Cara pembuatan:
    -
    Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu dipanaskan sampai mengental.
    -
    Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.
    -Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.
    Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
    a)
    Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.
    b)Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.
    c)Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.
    d)Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.

  3. Pemeliharaan Kolam/Tambak
    a)
    Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.
    b)Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.
    c)Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.
    d)Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.
    e)Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi buruk.
    f)Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok.
    g)Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami normal kembali.

    Perbaikan teknis yang diperlukan:
    a)
    Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa pemeliharaan.
    b)Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak.
    c)Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor.
    d)Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.
7.HAMA DAN PENYAKIT

7.1.Hama
1.
Lumut
Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2.Bangsa ketam
Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoranbocoran.
3.Udang tanah (Thalassina anomala),
Membuat lubang di pematang.
4.Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.
5.Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
Menempel pada bangunan-bangunan pintu air.

Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan buas, antara lain:
1.
Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
2.Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
3.Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
4.Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
5.Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).

Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.
1.
Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium).
2.Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
3.Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
4.Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-lain.

Pengendalian:
1.
Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.
a.
Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
b.Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara.
c.Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang.
d.Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.
e.Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
f.Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
g.Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
2.Rotenon dari akar deris (tuba).
a.
Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
b.Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
c.Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
d.Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
3.Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.
a.
Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
b.Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
c.Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
4.Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.
a.
Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
b.Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
c.Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
d.Cara penggunaan:
-Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
-Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
-Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.
-Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
5.Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting.
Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat mematikan.
6.Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
7.Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
7.2.Penyakit asal Virus.
1.
Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
2.Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
Gejala: (1) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata; (2) bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam; (3) udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting; (4) pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh; (5) permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur; (6) pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah.
Pengendalian: perbaikan kualitas air.
3.Hepatopancreatic Parvo-like Virus
Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut.
Pengendalian: perbaikan kualitas air.
4.Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala: (1) udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air; (2) kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari.
Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
5.Ricketsiae
Gejala: (1) udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah; (2) udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid gut); (3) adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat; (4) kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen.
Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul lagi.
7.3.Penyakit Asal Bakteri
1.
Bakteri nekrosis
Penyebab: (1) bakteri dari genus Vibrio; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
Gejala: (1) muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya; (2) usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan; (3) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2.Bakteri Septikemia
Penyebab: (1) Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
Gejala: (1) menyerang larva dan post larva; (2) terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
Pengendalian: (1) pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
7.4.Penyakit Asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan kemandulan (Bopyrid).
1.
Bakteri nekrosis
Parasit cacing Cacing Cestoda, yaitu
-Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
-Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan intertubuler hepatopankreas.
Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan usus.
Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
2.Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
7.5.Penyakit Asal Parasit
Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
Penyebab: (1) Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium; (2) penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
Pengendalian: (1) pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat; (2) jalan filtrasi air laut untuk pembenihan; (3) pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
8.P A N E N

Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:
1) ukurannya besar
2) kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
3) masih dalam keadaan hidup dan segar.

8.1.Penangkapan
1.
Penangkapan Sebagian
a.Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
b.Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.
c.Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
2.Penangkapan Total
a.Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak.
Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak
ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari
menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahanlahan
waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai
caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.
b.Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur
dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika
diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara
tersebut dilakukan berulang-ulang.
c.Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
d.Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan
lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramairamai
oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju
ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya.
Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah
ditangkap.
e.Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di
saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir
perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi
dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring
yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
f.Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah
kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut
kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di
lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di
permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang
dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di
dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang
akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.
8.2.Pembersihan
Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih. Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan tidak cacat.
9.PASCA PANEN

Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
1)Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2)Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3)Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
4)Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
5)Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air
bersih.
6)Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
7)Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
8)Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.
10.ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1) Biaya produksi
a.Lahan
- Sewa lahan 2 tahun
- Pengolahan lahan

Rp. 3.200.000,-
Rp. 125.000,-
b.Bibit
- Benur 60.000 ekor Rp. 16,-

Rp. 960.000,-
c.Pakan
- UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,-
- UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,-
- UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,-

Rp. 224.460,-
Rp. 1.416.960,-
Rp. 4.329.900,-
d.Obat-obatan dan pupuk
- BCK 4 liter @ Rp. 12.500,-
- Sanponin 40 kg @ Rp 1500,-
- Urea 10 kg @ Rp 2000,-
- KCL 10 kg @ Rp 2.500,-
- Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,-
- Kapur 100 kg @ Rp. 1000,-

Rp 50.000,-
Rp. 60.000,-
Rp. 20.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 10.000,-
Rp. 100.000,-
e.Alat
- Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,-
- pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,-
- Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,-
- Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,-
- Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,-
- Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,-
- Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,-
- Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,-
- Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,-
- Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,-

Rp. 100.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 18.000,-
Rp. 6.000,-
Rp. 13.500,-
Rp. 40.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 15.000,-
Rp. 16.500,-
f.Tenaga kerja
- Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,-
- Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00

Rp. 1.500.000,-
Rp. 80.000,-
g.Lain-lain
- Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,-
- Transportasi

Rp. 90.000,-
Rp. 20.000,-
h.Biaya tak terduga 10%Rp. 1.254.532,-

Jumlah biaya produksiRp. 12.545.320,-

2.Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,-Rp.34.463.700,-
3.Keuntungan per tahun/2 musim
Keuntungan per musim (6 bulan)
Rp.21.918.380,-
Rp. 4.686.530,-
4.Parameter kelayakan
a. B/C ratio per musim
b. Atas dasar Unit
c. Atas dasar Sales

= 1,37
: BEP = FC/P-V 206,4 kg
: BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,-
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.
11.DAFTAR PUSTAKA

1.Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
2.Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
3.Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.
4.Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
5.Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.
6.__________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
7.__________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
8.Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.
9.Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
10.Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
12.KONTAK HUBUGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS; Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas