Jumat, 19 Agustus 2011

JENIS JENIS AGENS HAYATI



Agens Hayati atau Agens Pengendali Hayati adalah setiap organisme atau mahluk hidup, terutama serangga, cendawan, cacing, bakteri, virus dan binatang lainnya yang dapat dipergunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Pada dasarnya agens hayati dibagi menjadi 4 kelompok  yaitu :
1.    Predator
2.    Parasitoid
3.    Patogen serangga
4.    Antagonis patogen tumbuhan.

1.    Predator
Predator  ialah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Predator biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya. Mengingat banyaknya jenis predator secara umum dapat digolongkan menurut beberapa golongan :

a.    Binatang Menyusui
 Beberapa jenis binatang merupakan predator penting pada hama tanaman antara lain : Harimau sebagai pemangsa Babi Hutan; Kucing sebagai pemangsa Tikus.
b.    Burung (Aves)
Banyak jenis burung yang dapat dimanfaatkan sebagai predator hama penting, terutama pemangsa berbagai jenis Ulat daun dan tikus.
c.     Laba-laba
Laba- laba banyak yang hidup sebagai pemangsa terhadap bermacam-macam serangga termasuk hama penting seperti : Wereng Coklat, Wereng Hijau, Penggerek batang, Belalang, Walang sangit dll.
d.    Serangga ( Insecta)
Predator dari kelas serangga memiliki anggauta species yang sangat banyak jumlahnya. Serangga yang paling banyak sebagai predator ialah dari anggauta Kumbang ( Coleoptera ), Capung ( Odonata ), Lalat ( Diptera ) dan beberapa spesies yang lain.  Beberapa contoh serangga yang menjadi predator adalah : Kumbang Helem, Capung dan Belalang yang menjadi predator Kutu Aphis & Wereng Coklat dll.
2.    Parasitoid
Parasitoid ialah serangga yang hidupnya menumpang pada atau didalam tubuh inang (hama) dan menghisap cairan tubuh hama supaya dapat tumbuh secara normal, Akibatnya serangga hama tersebut akan mati.  Serangga parasitoid biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan  inangnya.  Contoh serangga parasitoid adalah sejenis tabuan Apanteles, Stenobracon yang memarasit larva Penggerek batang, Trichogramma sp. sebagai parasitoid telur penggerek batang dll.
3.    Patogen Serangga

a.    Bakteri

Bakteri patogen serangga yang telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara komersil sebagai insektisida mikroba adalah Bacillus thuringiensis.

Diskripsi

Bakteri Bacillus thuringiensis (famili Bacillaceae) menghasilkan zat ( metabolik sekunder ) yang bersifat antibiotik, racun ( toksin ) maupun enzima .  Proses penghasilan metabolik sekunder berlangsung ketika masa pertumbuhan vegetatif atau sporulasi.

Bacillus thuringiensis  termasuk golongan pembentuk spora anaerob, merupakan spesies yang komplek dan terdiri atas lebih dari 20 jenis ( serotipe/ subspesies ).  Jenis - jenis ini menghasilkan racun yang bersifat insektisida  (Insektisida Protein Cristal = IPC) diantaranya delta-endotoksin yang dimanfaatkan dalam bidang pertanian.  Kristal dapat berbentuk oktahedral, empat persegi panjang, segitiga atau kubus.
            Sampai saat ini belum ditemukan teknik yang sederhana dengan biaya murah untuk perbanyakan bakteri penyakit serangga hama ( entomopatogen ) di laboratorium.  Perbanyakan Bacillus thuringiensis  tidak dapat dilakukan pada serangga inang  karena bakteri ini tidak dapat tumbuh baik pada tubuh inangnya, sedangkan media buatan untuk pertumbuhan bakteri tersebut mahal.

Proses  Infeksi

Pada umumnya saluran makanan adalah organ tubuh yang pertama kali terserang bakteri.  Dalam saluran makanan, racun dari bakteri akan mengalami penuraian (hidrolisis).  Zat-zat racun tersebut akan dibebaskan dari kristal, sehingga akan meracuni sel-sel epithelia saluran makanan.

Gejala Serangan

Pada tahap awal infeksi bakteri, serangga menunjukkan penurunan aktifitas makan dan cenderung mencari tempat perlindungan ditempat tersembunyi (dibawah daun).  Selanjutnya larva mengalami diare, mengeluarkan cairan dari mulutnya, mengalami lumpuh (paralisis) pada saluran makanan; sehingga terjadi penurunan aktifitas gerakan dan berakhir dengan kematian.

b.    Cendawan

Cendawan  pengendali hayati yang berfungsi sebagai entomopatogen pada umumnya dari kelas Deuteromycetes, ordo Moniliales, seperti Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Hirsutella saussurei, Nomuraea rileyi dan Paecilomyces sp.  Cendawan-cendawan tersebut di Indonesia belum banyak diproduksi secara komersial, tetapi telah banyak dikembangkan di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP).
Diskripsi
            Cendawan entomopatogen mempunyai kapasitas berkembang biak tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang bertahan lama dialam, aman, selektif dan kompatibel dengan berbagai insektisida kimia.  Akan tetapi keberhasilan pemanfaatan cendawan penyakit serangga hama ( entomopatogenik ) sebagai pengendali hama dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan sinar matahari), jumlah spora yang disemprotkan, kemungkinan spora sampai pada sasaran dan waktu aplikasi yang tepat.
Proses Infeksi
            Masuknya cendawan pada tubuh inang melalui kulit tubuh (integumen), saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.  Inokulum cendawan yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.  Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin.  Cendawan akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati.  Akar (miselia) cendawan menembus keluar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia.  Apabila keadaan kurang menguntungkan perkembangan cendawan hanya berlangsung didalam tubuh inang tanpa keluar menyerang integumen.

Gejala  Serangan

            Serangga yang terserang cendawan patogenik akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi (Beauveria bassiana), rapuh (M. anisopliae) dan cendawan tumbuh menutupi tubuh inang dengan warna cendawan tergantung spesies cendawan, misalnya putih (Beauveria bassiana )  dan hijau tua (M. anisopliae).

c.     Virus

Virus serangga yang dotemukan dilapang pada umumnya tergolong dalam famili Baculoviridae (baculovirus), dan dibagi menjadi 3 subgrup, yaitu :

1)    Subgrup A : Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)

2)    Subgrup B :  Granulosis Virus (GV)
3)    Subgrup C :  Nonocluded Baculovirus (NOB)
Subgrup A merupakan subgrup besar virus yang banyak digunakan saat ini.
Diskripsi
            Nuclear Plyhedrosis Virus (NPV) memiliki ciri khas, yaitu berupa badan inklusi (inclusion bodies) berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein pembungkus virion, dengan diameter 0,2 – 20 µm yang biasanyanya dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya biasa.  Sedangkan virionnya berbentuk batang berukuran 40 – 70 x 200-400 µm.

            NPV umumnya menyerang ulat ( larva ), mempunyai inang khusus.  Sifat inang khusus ini layak dikembangkan sebagai pestisida.  Saat ini di Indonesia banyak terdapat jenis NPV ; seperti SL-NPV yang patogenik terhadap Spodoptera litura pada tanaman kedelai, Se-NPV yang patogenik terhadap Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah, dan Ha-NPV yang patogenik terhadap Helicoverva armigera pada tanaman tomat dan jagung.

Proses Infeksi

 Polihedra yang menempel pada permukaan tanaman termakan oleh larva, sehingga masuk kedalam saluran pencernaan. Didalam saluran pencernaan yang bersuasana asam (pH 9 – 10) selubung polihedral larut, sehingga membebaskan virion.  Virion akan menginfeksisel epithel saluran pencernaan larva, asuk kedalam inti sel dan memperbanyak diri.  Dalam 1- 2 hari setelah polihedral termakan, larva yang terinveksi menunjukkan gejala serangan.

Gejala Serangan

  Ulat ( larva ) yang terinfeksi menunjukkan gejala tingkah laku yang abnormal, yaitu cenderung bergerak kebagian atas menuju pucuk tanaman, ulat yang semula berwarna pucat keputihan berubah menjadi hitam mengkilat, aktifitas makan berkurang bahkan berhenti, tubuh menjadi lemas, dan kemudian mati dengan menggantung tertumpu pada kaki palsu.  Badan ulat yang terinveksi bila pecah mengeluarkan cairan yang berwarna putih seperti susu.  Gejala penyakit biasanya muncul apabila infeksi sudah sampai pada tahap lanjut.


4.    Agens Antagonis Patogen Tumbuhan

Mekanisme antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktifitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara, serta antibiosis dan lisis.
Agens antagonis patogen tumbuhan adalah mikroorganisme yang menekan aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit.  Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masukkedalam tanaman.  Efektifitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut.

a.    Bakteri

Diskripsi
Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, bersifat aerobik, gram negatif, banyak ditemukan pada daerah rizosfir dan tanah, serta lebih efektif pada tanah netraldan basa.  Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan populasi Pseudomonas fluorescens. Kolonisasai akar oleh Pseudomonas fluorescens merupakan persyaratan sebagai agens biokontrol.

Proses Antagonis

Tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens dengan Pseudomonas tolaasii berupa kompetisi unsur hara.  Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap unsur Fe yang tersedia.
Cara Aplikasi
Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat diaplikasikan pada benih saat sebelum tanam.  Aplikasi pada benih dapat menekan penyakit rebah kecambah (damping-off) yang disebabkan cendawan Rhizoctonia solani.

b.    Cendawan

Diskripsi
Agens antagonis patogen tumbuhan yang telah banyak dikembangkan saat ini adalah Trichoderma spp. dan Gliocladium sp.
Cendawan Trichoderma spp efektif pada tanah masam.  Pada pH netral, perkecambahan propagulnya terhambat dan bahkan tidak berkecambah pada kondisi basa.  Penurunan pH tanah sampai 6 – 6,5 dengan menggunakan belerang pada tanah yang mengandung Trichoderma spp dapat menekan penyakit busuk akar pada bunga Lili.
Cendawan ini sangat menyukai bahan yang banyak mengandung selulosa, seperti sisa-sisa batang jagung. Trichoderma hamatum sensitif terhadap penurunan Fe yang ditimbulkan oleh P. Fluorescens, sehingga kedua agens antagonis ini tidak kompatibel bila diap-likasikan bersama-sama.
            Proses Antagonis
Trichoderma spp  aktif menyerang Rhizoctonia solani dan Phytium sp. menghasilkan enzim kitinase dan ß-1.3-glukanase, dengan proses antagonis parasitisme.  Sedangkan Gliocladium sp. yang bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah, seperti Fusarium moniliforme dan Sclerotium rolfsii, dengan cara kerja antagonis berupa parasitisme, kompetisi dan antibiosis.
Cara Aplikasi
Cendawan Gliocladium sp. dapat diaplikasikan melalui tanah (G. Roseum) dan melalui perlakuan benih (G. Virens) .
Trichoderma viride diaplikaskan 70 hari setelah tanam sebanyak 140 kg /ha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar